“Dia satu sekolah sama gue lho Rel”, ucap Adel saat kami bertemu di acara reuni SD,
yup! Adel adalah sahabatku sejak kami duduk di kelas satu SD, hm… entah kejadian itu berapa tahun telah berlalu, kini kami semua yang berkumpul telah sampai pada tingkat pendidikan sekolah menengah atas, tepatnya kelas XI. Adel tambah endut nih, batinku tersenyum, bagaimanapun juga dia masih sahabatku yang dulu, Adel yang endut, Adel yang lucu, dan masih Adel yang cerdas, kini Adel berada di sekolah yang, yah… bisa dibilang favorit, eits… bukan berarti aku masuk sekolah yang enggak favorit lho, sekolahku juga favorit walau masih jauh berbeda dengan sekolah Adel sekarang.
yup! Adel adalah sahabatku sejak kami duduk di kelas satu SD, hm… entah kejadian itu berapa tahun telah berlalu, kini kami semua yang berkumpul telah sampai pada tingkat pendidikan sekolah menengah atas, tepatnya kelas XI. Adel tambah endut nih, batinku tersenyum, bagaimanapun juga dia masih sahabatku yang dulu, Adel yang endut, Adel yang lucu, dan masih Adel yang cerdas, kini Adel berada di sekolah yang, yah… bisa dibilang favorit, eits… bukan berarti aku masuk sekolah yang enggak favorit lho, sekolahku juga favorit walau masih jauh berbeda dengan sekolah Adel sekarang.
Rasanya senang banget deh bisa kumpul bareng lagi, selain Adel, ada juga Mila, Putra, Hadi, Bani, banyak deh pokoknya, sayangnya Cuma dia yang enggak hadir malam ini. Dia yang selalu menyita perhatianku, Dia yang selalu jadi alasan pertamaku untuk berangkat ke sekolah, walau dulu dibilang cinta monyet, namun kini cinta itu masih tak bisa ku bilang hilang begitu saja, lima tahun sudah aku tak melihatnya, bahkan kabar tentangnya pun tak ada yang sampai ke telingaku, terakhir kali aku memandangnya, dia tersenyum manis saat kami berbaris di atas panggung sambil menyanyikan lagu perpisahan, benar-benar lima tahun yang lalu.
“Apa jangan-jangan undangannya gak sampai ke dia ya?” pikir ku, ah sebaiknya aku tanyakan saja langsung ke Adel, dia kan teman satu sekolahnya, pasti dia tahu kenapa cowok yang ku tunggu-tunggu tidak datang
“Del, kenapa dia gak datang sih, apa elo lupa gak kasih tahu ke dia? Elo kan teman satu sekolahnya?” Tanyaku kepada Adel
“Sumpah Rel gue udah kasih tahu dia kok, dan undangannya pun dia baca di depan gue” Jawab Adel. “Lah tapi kenapa dia gak datang?” Tanyaku penuh penasaran.
“Mmmm… Kasih tau gak yaaa…???”, kata Adel penuh ngeledek
“Huh gue sebel sama elo Del, ditanya serius malah bercanda” Mirel berkata kepada Adel sambil berlalu meninggalkan Adel.
“Del, kenapa dia gak datang sih, apa elo lupa gak kasih tahu ke dia? Elo kan teman satu sekolahnya?” Tanyaku kepada Adel
“Sumpah Rel gue udah kasih tahu dia kok, dan undangannya pun dia baca di depan gue” Jawab Adel. “Lah tapi kenapa dia gak datang?” Tanyaku penuh penasaran.
“Mmmm… Kasih tau gak yaaa…???”, kata Adel penuh ngeledek
“Huh gue sebel sama elo Del, ditanya serius malah bercanda” Mirel berkata kepada Adel sambil berlalu meninggalkan Adel.
Aaa… Tuhan, kenapa enggak gue aja yang ditakdirkan satu sekolah lagi sama Dia, Tuhan enggak adil! setelah lima tahun berlalu, mendengar kabar bahwa Dia tak sejauh yang kubayangkan, rasanya ingin sekali aku melihat wajahnya, walau hanya melihat dari kejauhan, aku masih ingin melihatnya, seperti apa kamu sekarang? setinggi apa kamu setelah lima tahun berlalu? aku masih mencintai kamu, sampai detik ini pun aku masih ingin menyapamu. Yah… terakhir kali aku menyapamu saat kita masih duduk di kelas empat SD, enggak kebayang dua tahun semenjak itu aku tak berani bertatap muka denganmu, cinta monyet… cinta monyet…
“mukanya enggak jauh beda kok Rel, Cuma tingginya aja yang bertambah”, ucap Adel sambil mengunyah pancake yang nyaris memenuhi seluruh mulutnya, dari dulu hobi makan Adel enggak pernah berubah deh, rasanya pengen banget lihat dia hadir malam ini. Empat jam sudah kami mengenang masa-masa SD lima tahun yang lalu walau tanpa kehadirannya, namun suasana saat dulu aku masih mengidolakannya tetap terasa hingga malam ini.
“mukanya enggak jauh beda kok Rel, Cuma tingginya aja yang bertambah”, ucap Adel sambil mengunyah pancake yang nyaris memenuhi seluruh mulutnya, dari dulu hobi makan Adel enggak pernah berubah deh, rasanya pengen banget lihat dia hadir malam ini. Empat jam sudah kami mengenang masa-masa SD lima tahun yang lalu walau tanpa kehadirannya, namun suasana saat dulu aku masih mengidolakannya tetap terasa hingga malam ini.
—
“elo jadi ke sekolah gue Rel?”, suara Adel menggelegar di speaker ponsel mungilku
dengan rasa yang udah hampir membuat jantung aku meledak, aku bilang iya dan langsung menarik gas motor matic pemberian papa saat aku lulus SMP satu setengah tahun yang lalu, kini aku berada tepat di depan sekolah yang konon katanya ini adalah tempat dimana Dia bersekolah, aku tersenyum saat sosok yang baru saja kutemukan kembali muncul, Adel melambaikan tangannya ke arahku,
“mana Dia Del, kok enggak keliatan sih?”, ucapku terburu-buru saat Adel masih berada tiga langkah di depanku.
“Ditunggu dong Mirel sayang”
dengan rasa yang udah hampir membuat jantung aku meledak, aku bilang iya dan langsung menarik gas motor matic pemberian papa saat aku lulus SMP satu setengah tahun yang lalu, kini aku berada tepat di depan sekolah yang konon katanya ini adalah tempat dimana Dia bersekolah, aku tersenyum saat sosok yang baru saja kutemukan kembali muncul, Adel melambaikan tangannya ke arahku,
“mana Dia Del, kok enggak keliatan sih?”, ucapku terburu-buru saat Adel masih berada tiga langkah di depanku.
“Ditunggu dong Mirel sayang”
Adel memutar penglihatannya mencari-cari seseorang yang kumaksud, hampir satu jam aku menunggu di depan sekolah itu, sampai semuanya terlihat sepi, namun Dia sama sekali tidak muncul, jauh dari harapanku beberapa jam yang lalu, pupus sudah harapan hari ini untuk melihatnya, aku benar-benar ingin sekali menatapnya walau hanya beberapa Detik.
“sabar ya Rel, mungkin hari ini dia enggak masuk”
Adel menepuk bahuku dengan rasa iba, bagaimanapun juga Adel sangat mengerti seperti apa aku mencintainya, walau itu adalah cinta monyet, Adel sangat mengerti bahwa itu bukan sekedar cinta semasa kecilku. Dengan rasa malas dan kecewa, aku mulai menarik gas motor matic kesayanganku.
“sabar ya Rel, mungkin hari ini dia enggak masuk”
Adel menepuk bahuku dengan rasa iba, bagaimanapun juga Adel sangat mengerti seperti apa aku mencintainya, walau itu adalah cinta monyet, Adel sangat mengerti bahwa itu bukan sekedar cinta semasa kecilku. Dengan rasa malas dan kecewa, aku mulai menarik gas motor matic kesayanganku.
—
Hari ini adalah hari dimana semua pelajar dari setiap SMA sekota berkumpul untuk menunjukkan kebolehannya dalam hal seni, wow! acara setiap tahun yang selalu ditunggu-tunggu oleh semua pelajar. Acaranya emang sama sekali enggak ngebosenin, temanya yang setiap tahun selalu ganti dan dijamin enggak akan bikin mata kriyip-kriyip saking ngantuknya, ditambah susunan acara yang menarik, dan yang paling ditunggu adalah penampilan dari setiap peserta yang super duper keren abis, dijamin nyesel buat yang absen nonton.
Peserta kelima dengan dramanya yang bercerita tentang putri salju hampir menyelesaikan perfomance-nya. Aku, Yura, Nita, Lian dan Gita yang tergabung dalam satu grup dance sudah menyiapkan diri di belakang panggung, tanganku nyaris sedingin es saking gugupnya, tahun ini adalah pertama kalinya aku melakukan perfomance di acara yang dihadiri oleh hampir seluruh pelajar SMA sekota ini. Dengan parcaya diri yang hampir tinggal secuil, aku memberanikan diri maju ke atas panggung bersama keempat sahabatku yang lain, empat menit sudah berlalu, kami turun dengan merekahkan senyum, “yes! kita sukses”, aku memeluk keempat sahabatku.
Aku menikmati sisa acaranya dan memperhatikan setiap perfomance yang ditampilkan oleh peserta lain, sangat gugup menanti pengumuman pemenang, perfomance dari peserta lain benar-benar tak bisa diremehkan olehku.
Setelah beberapa jam berlalu, acara yang benar-benar ku nantikan akhirnya datang juga, tak menyangka dengan pemberitahuan yang baru saja kudengar, aku tetap diam tak bereaksi, setelah suara itu sampai di telingaku kedua kalinya, aku langsung berdiri, keempat temanku turut memelukku, kami bersorak saking gembiranya diiringi tepuk tangan yang sangat meriah dengan bangga kami berlima naik ke atas panggung, aku sangat tak menyangka saat ku tatap piala yang kami terima tertulis juara pertama, terimakasih ya Allah, teman-teman satu sekolah yang juga hadir di acara itu turut tersenyum bangga pada kami walau masih banyak juga wajah kecewa menatap kami.
Acara sudah hampir selesai, aku dan teman-teman segera menuju tempat parkir yang disediakan oleh penyelenggara.
“Mirel”
aku membalikkan pandanganku ke arah suara itu yang ternyata berada tepat di belakangku, mataku terbelalak nyaris keluar, keringat dingin mulai menyelimuti semua kulitku yang sudah wangi dibalut body lotion dengan aroma favoritku.
“selamat ya”, seseorang itu menyodorkan tangannya mengajakku bersalaman, ya Tuhan kini dia benar-benar ada di depan mataku, sosok tinggi berkulit putih dengan style rambut ala cowok-cowok korea sangat pas dengan wajahnya yang memang ada keturunan china-nya, ditambah fashionnya yang nyaris membuatku tak percaya bahwa kini yang ada di depanku benar-benar dia. Aku menatapnya, sangat dalam pandangannya saat mata kami saling bertemu. Aku tersenyum, masih dengan rasa tak percaya, aku menyambut ajakan tangannya untuk bersalaman denganku.
“apa kabar Rel?”, dia tersenyum manis padaku, senyumnya masih tak berubah, masih seperti lima tahun yang lalu saat kami masih duduk di kelas empat SD, senyum terakhir yang dia berikan padaku, ya Tuhan… dia benar-benar ada di depan mataku.
“Alda…”, aku menyebut namanya dengan terbata-bata, aku memang bodoh, yup! Mirel bodoh, dasar Mirel bodoh, yang Alda tanyakan adalah bagaimana kabarmu sekarang, kenapa elo jawab dengan menyebut namanya, dasar Mirel oon!
“iya gue Alda Rel, apa kabar?”, Alda tersenyum manis, tanganku masih belum melepaskan tangannya.
“eh iya, baik kok Da”, aku tersenyum sambil menyadarkan diri dari lamunanku yang nyaris terlihat bodoh di depan Alda
“Mirel”
aku membalikkan pandanganku ke arah suara itu yang ternyata berada tepat di belakangku, mataku terbelalak nyaris keluar, keringat dingin mulai menyelimuti semua kulitku yang sudah wangi dibalut body lotion dengan aroma favoritku.
“selamat ya”, seseorang itu menyodorkan tangannya mengajakku bersalaman, ya Tuhan kini dia benar-benar ada di depan mataku, sosok tinggi berkulit putih dengan style rambut ala cowok-cowok korea sangat pas dengan wajahnya yang memang ada keturunan china-nya, ditambah fashionnya yang nyaris membuatku tak percaya bahwa kini yang ada di depanku benar-benar dia. Aku menatapnya, sangat dalam pandangannya saat mata kami saling bertemu. Aku tersenyum, masih dengan rasa tak percaya, aku menyambut ajakan tangannya untuk bersalaman denganku.
“apa kabar Rel?”, dia tersenyum manis padaku, senyumnya masih tak berubah, masih seperti lima tahun yang lalu saat kami masih duduk di kelas empat SD, senyum terakhir yang dia berikan padaku, ya Tuhan… dia benar-benar ada di depan mataku.
“Alda…”, aku menyebut namanya dengan terbata-bata, aku memang bodoh, yup! Mirel bodoh, dasar Mirel bodoh, yang Alda tanyakan adalah bagaimana kabarmu sekarang, kenapa elo jawab dengan menyebut namanya, dasar Mirel oon!
“iya gue Alda Rel, apa kabar?”, Alda tersenyum manis, tanganku masih belum melepaskan tangannya.
“eh iya, baik kok Da”, aku tersenyum sambil menyadarkan diri dari lamunanku yang nyaris terlihat bodoh di depan Alda
Lima tahun sudah aku tidak pernah bertemu Alda, kini dia berdiri tepat di depan mataku, wajahnya memang sudah jauh berbeda, tingginya pun sudah jauh bertambah, namun senyumnya masih Alda yang dulu yang sangat aku idolakan. Perbincangan kami berlanjut hingga pertukaran nomor telephon, oh Tuhan… terimakasih.
Setelah seminggu yang lalu Firda menyapaku, kini dia-lah orang yang pertama kalinya mambangunkan tidurku, Alda-lah yang pertama menelephonku, dan kini Alda adalah orang yang selalu setia menungguku saat waktu berangkat dan pulang sekolah. Kini dia adalah orang yang pertama menjemputku saat malam minggu. Yup! thanks God… Alda adalah pacar yang dari dulu aku tunggu hingga kini rasa sayang ini benar-benar tumbuh, Alda… Alda… gue sayang elo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar