Jumat, 20 Maret 2015

Bencong Bencong Itu

Di rumah, gua punya peliharaan yang unik. Yap, burung hantu. Adek gua bilang kalau kita melihara burung hantu di rumah, keberuntungan akan selalu menggerayangi hidup kita. Gue sedikit mau berbagi memori terburuk dalam perjalanan hidup gua. Pengalaman yang gak bakalan pernah gua lupain seumur hidup gua. Seandainya aja tuhan ngasih gua kesempatan buat ngatur ulang memori gua, gua bakalan langsung ngehapus memori gua tentang pengalaman satu ini.
Di pagi hari nan cerah itu, gua beranjak dari tempat yang memiliki gravitasi terbesar di hidup gua, Kasur. Gua bangun dan beranjak dengan tampang seperti Mr. P (baca: Mr. Pocong) dengan tampang penuh masalah dan penuh dosa. Tetesan darah serasa menghiasi wajah gua nan asri dan ternyata wajah ganteng gua beneran mengeluarkan darah. Gua mimisan!! seketika itu juga melintas di otak gua sekelebat bayangan hitam yang mengirimkan pesan dari tuhan agar gua kembali tidur dan menyumbat hidung gua dengan kapas putih dan komplitlah gua sekarang seperti pocong. Beberapa saat kemudian, gua kembali mencoba untuk bangkit dari kasur gua yang penuh dengan tungau dan untungnya hidung mancung gua sudah berhenti mengeluarkan tetesan darahnya.
Setelah bersiap siap untuk kembali melakukan aktivitas rutin gua di pagi hari, gua mencoba untuk keluar dari gubuk kecil, kotor dan lusuh yang gua buat dengan berliter liter keringat bercampur darah. Saat pertama kali gua keluar rumah, gua langsung disambut dengan seorang lelaki bencong yang akhirnya merusak mood gua pagi itu. Gua terdiam mendapati kalau pagi gua harus disambut seorang bencong yang sangat… Ah sudahlah. Gua berjalan menuju pasar yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah gua, kira kira hanya sekitar 5 kilometer dari tempat gua sekarang. Dalam perjalanan menuju pasar, gua bertemu dengan banyak bencong bencong penggoda bergigi tonggos dan berbadan kekar. Akhirnya gua memutuskan untuk singgah ke masjid terdekat agar gua bisa memohon kepada yang maha kuasa supaya gua tidak lagi bertemu bencong bencong penggoda dan bergigi tonggos lagi.
“Ya tuhanku, ampunilah segala dosa dosaku dan jauhkanlah hambamu yang lemah ini dari bencong bencong yang bergigi tonggos tuhan.. ”
Gua memohon dengan suara serak sambil diiringgi tetesan air mata. Gua sangat berharap permohonan gua dikabulkan oleh tuhan. Saat gua hendak beranjak ke luar dari masjid, tiba tiba saja ada suatu benda tajam yang menggores dahi lebar gua. Saat itu juga hati kecil gua terhenyak karena gua sadar kalau tuhan belum mengabulkan permohonan gua. Dahi gua tergores dengan gigi bencong yang tampaknya sedang mencuri kotak amal di masjid. Seketika itu juga, terjadi pertarungan antara gua dan sang bencong, gua langsung mukul gigi si bencong dengan ilmu tenaga dalam yang udah gua pelajari selama beberapa tahun belakangan ini. Setelah gua puas mukulin gigi si bencong tonggos penggoda, ternyata si bencong masih bisa bangun dan dia berusaha buat nusukin gigi tonggosnya ke perut gua. Gua langsung lari secepat kilat menuju semak semak supaya gua bisa lolos dari tajamnya gigi si bencong. Gua sembunyi di balik semak semak sampai gua merasa keadaan sudah aman.
Setelah merasa keadaan aman, gua langsung keluar dari semak semak dengan senyum yang tersungging di bibir sekseh gua. Saat gua sedang dalam perjalanan menuju pasar engan hati gembira, gua merasa memilih jalan yang salah dan akhirnya gua sadar kalo gua sudah tersesat. Saat gua mencoba untuk berputar arah, gua melihat sekelompok bencong bencong pembunuh. Gua shock dan otomatis gua langsung lari menuju sebuah gang kecil di tepi jalanan. Saat gua sedang berlari, tiba tiba gua memutuskan untuk berhenti. Di ujung gang ternyata hanya ada jalan buntu dan akhirnya gua memutuskan untuk duduk dengan tangisan yang tercerai berai. Suara tangisan gua tenyata membangunkan seluruh bencong penghuni gang itu dan mereka keluar membawa gigi mereka. Gua tenyata masuk ke dalam area paling terlarang di dunia yang fana ini. Tempat ini biasa disebut “Monggos” atau Markas para bencong tonggos sejati. Seketika itu juga, tubuh gua dicabik cabik oleh bencong bencong yang tak berkeprimanusiaan itu. Perut gua ditusuk dengan ganasnya dan gua diterkam oleh para bencong bencong itu.
Gua merasa hina dan gua merasa kalau harga diri gua sudah dipermainkan. Akhirnya gua hanya bisa menutup mata. Namun tiba tiba, ada seorang bencong yang juga bergigi tonggos datang untuk menyelamatkan gua dari bencong bencong lainnya. Gua dibawanya ke rumah sakit dalam keadaan kritis, dan unungnya keprofessionalisasian dokter di rumah sakit itu dapat menyelamatkan hidup gua dari terkaman para bencong bencong pembunuh itu. Dan akhirnya, gua masih bisa bernafas di dunia ini, Terima kasih Bencong tonggos nan baik hati, kau telah menyelamatkan hidupku. TerimaKasih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar